Cakrawala Dini Hari : Bedah Buku Jalaluddin Rakhmat - Rekayasa Sosial (Part Fallacy)



Perjalanan mengarungi samudra ilmu, malam ini aku berlabuh pada sebuah buku untuk menjadi teman berpikir ku. Salah satu buku favorite yang pernah ku baca.

Penulis : Jalaluddin Rakhmat
Judul : Rekayasa Sosial : Reformasi, Revolusi, atau Manusia Besar?
Penerbit : PT. Remaja Rosdakarya
Tahun : Cetakan pertama, Juni 1999

Berbicara mengenai rekayasa sosial, terkait juga terhadap strategi perubahan masyarakat di sekitar anda. Problem yang ada di masyarakat begitu beragam.
Imam Ali Abi Thalib, dalam salah satu khotbahnya, dalam Nahjul Balaghah, menjelaskan "Hai manusia : sesungguhnya yang membentuk suatu masyarakat ialah persamaan bersama untuk setuju dan tidak setuju" Sungguh, hanya satu orang yang telah membunuh unta betina Tsamud, tetapi Allah menghukum mereka semua, sebab mereka mengiyakan perbuatannya, lalu mereka menyesal (QS. 26;157).
Eksistensi masyarakat berimplikasi eksistensi masalah sosial. Karena itu, tidak mungkin akan memecahkan masalah masyarakat dengan memecahkan permasalahan individual. Di dalam masyarakat terdapat problem sosial dan problem individu, yang penyelesaian masalahnya berbeda sesuai dengan kadar problemnya. Contohnya kemiskinan di Indonesia atau di negara dunia ketiga bukanlah masalah individual. Tapi penyebabnya karena bobroknya tatanan sosial, ekonomi dan sifat tirani politik. Pernyataan bahwa sebab kemiskinan adalah kebodohan dan kemalasan orang miskin, termasuk kesalahan logika yaitu blaming the victims (menyalahkan korban). 
Masalah sosial sebagai masalah sosial dan pecahkan secara sosial, tidak mungkin memecahkan masalah sosial dengan mengebiri menjadi suatu masalah individu. Buku ini di mulai dari pembahasan mengenai kesalahan berpikir.

"PERUBAHAN SOSIAL YANG BERGERAK MELALUI REKAYASA SOSIAL HARUS DIMULAI DENGAN PERUBAHAN CARA BERPIKIR, MUSTAHIL ADA PERUBAHAN KE ARAH YANG BENAR, KALAU KESALAHAN BERPIKIR MASIH MENJEBAK BENAK KITA"

Pembahasan buku ini kita mulai dari Kesalahan Kesalahan Berpikir yang sering menjebak kita.

1. Fallacy of Dramatic Instance
Berawal dari kecenderungan untuk melakukan apa yang di kenal dengan over generalisation. Yaitu penggunaan satu dua kasus untuk mendukung argumen yang bersifat general atau umum. Misalnya, orang Lampung dalam pandangannya keras, dan dikenal dengan begal atau tindakan kriminalnya. Beberapa kasus begal membuat pandangan orang menjadi negatif dengan orang Lampung. Kemudian terhadap orang Lampung yang anda temui itu keras atau galak, sehingga menyakiti hati anda. Tidak sampai sepuluh kasus, tiga orang saja sidah cukup untuk membentuk stereotip pada diri anda bahwa semua orang Lampung keras. Karena itu, untuk membereskan fallacy of dramatic instance ini jika bertemu dengan orang Lampung, anda harus membentuk skala indeks. Lampung 1 tidak sama dengan Lampung 2, Lampung 3, atau Lampung 4 yang ada di pikiran anda. Harus di pandang ilmiah agar tidak terjebak dalam kesalahan berpikir.

2. Fallacy of Retrospective Determinism
Menjelaskan kebiasaan orang yang menganggap masalah sosial yang sekarang terjadi sebagai sesuatu yang secara historis memang selalu ada. Tidak bisa di hindari, dan merupakan akibat dari sejarah yang cukup panjang. Misalnya masalah sosial kemiskinan atau prostitusi. Dianggap sebagai masalah yang dari dahulu sudah ada, tidak bisa di berantas.

3. Post Hoc Ergo Propter Hoc
Post artinya sesudah ; hoc artinya demikian; ergo artinya karena itu; propter artinya disebabkan dan hoc artinya demikian. Singkatnya : sesudah itu - karena itu - oleh sebab itu. Jadi apabila ada peristiwa yang terjadi dalam urutan temporal, maka kita menyatakan bahwa yang pertama adalah sebab dari yang kedua. Berbagai alasannya, karena urut-urutan waktunya. 

4. Fallacy of Misplaced Concretness
Merupakan kesalah berpikir yang mengkonkretkan sesuatu yang pada hakikatnya abstrak. Misalnya penyataan bahwa "kehancuran masyarakat akibat sistem jahiliyah, kita hancur karena ada thaghut yang berkuasa" tetapi, sistem jahiliyah dan thaghut itu adalah dua hal yang abstrak. Sehingga pernyataan seperti itu, sistem yang abstrak itu kita pandang sebagai sesuatu yang konkret.

5. Argumentum ad Verecumdiam
Berargumen dengan menggunakan otoritas walaupun otoritas itu tidak relevan atau ambigu. Otoritas itu sesuatu atau seseorang yang sudah diterima kebenarannya secara mutlak, seperti Al-Quran dan Rasulullah Saw. Penggunaan otoritas untuk membela paham dan kepentingan nya sendiri, padahal peristiwa yang di kutipnya itu belum tentu relevan dengan masalah atau tema yang sedang dibincangkan.

6. Fallacy of Composition
Sebuah kesalahan berpikir karena dugaan bahwa terapi yang berhasil untuk satu orang pasti juga berhasil untuk semua orang.

7. Circular Reasoning
Artinya pemikiran yang berputar-putar menggunakan konklusi (kesimpulan) untuk mendukung asumsi yang digunakan lagi untuk menuju konklusi semula. Hipotesis sederhana "apabila seorang manusia perempuan, maka dia pasti wanita".

Buku ini di kemas pembahasan makna rekayasa sosial, proses perubahan sosial sampai bagaimana sebuah revolusi dapat dilakukan. Berikut kerangka berpikir yang penulis buat tentang buku ini.

Pembahasan buku ini, sesi pertama penulis kemas hanya untuk menguraikan kesalahan-kesalahan berpikir. 
Sekian pembahasan part "Fallacy". Semoga bermanfaat bagi teman-teman.


Comments