Berbicara mengenai gender, terdapat salah satu permasalahan dalam masyarakat mengenai dominasi gender. Dimana pihak laki-laki masih dianggap lebih dominan, lebih memiliki power, dianggap lebih mampu di banding perempuan. Terlebih di sektor pekerjaan dimana laki-laki masih menjadi pemain utama. Dalam hal kepemimpinan, penentu kebijakan dan lainnya.
Sebenarnya nya permasalahan ini pun pernah menjadi latar belakang gebrakan gerakan perempuan pada tahun 1857. Hal tersebut juga berkaitan dengan di tetapkannya Hari perempuan internasional yang jatuh pada tanggal 8 Maret. Ada baiknya untuk membicarakan permasalahan gender hari ini, kita bisa memulai dari sejarahnya.
Kita mulai dari sejarah Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day bermula dari aksi unjuk rasa kaum wanita di New York yang digalang oleh Partai Sosialis Amerika pada 1909. Dalam tulisan Temma Kaplan yang berjudul "On the Socialist Origins of International Women's Day" mengungkapkan sejarah perayaan Hari Perempuan Sedunia berawal 8 Maret 1857.
Merupakan sebuah ujuk rasa perempuan yang bekerja di garmen dan tekstil. Memprotes tentang upah yang rendah, kerja dua belas jam dan meningkatkan beban pekerjaan. Aksi demonstrasi tersebut di bubarkan oleh polisi dengan brutal, dan wanita pemberontak pun di tangkap. Beberapa di injak-injak oleh orang banyak. Tanggal 8 Maret tersebut menjadi teringat di kenangan tentang perjuangan perempuan dan kehausan akan eksistensi perempuan. Sehingga pekerja perempuan di garmen dan tekstil memenuhi kebutuhan akan kepahlawanan perjuangan mendukung eksistensi perempuan.
Dalam aspek pekerjaan, kita semua tau stereotip yang di sematkan kepada laki-laki cenderung positif. Seperti lebih berpikir secara rasional, dapat bijak mengambil keputusan, dan dominasi kepemimpinan perusahaan oleh laki-laki. Di Indonesia, keterlibatan perempuan dalam ranah publik/bekerja sekitar 39 persen saja. Perempuan sering sekali didiskriminasi terhadap pekerjaannya, sering mendapatkan pelecahan seksual, diragukan kemampuannya, dianggap tidak bisa menjadi pemimpin dan kerja keras yang tidak di apresiasi. Kemudian keadaan tersebut, terkadang membuat perempuan memiliki stereotip negatif yang cenderung menurunkan kinerja perempuan di tingkat kerja. Hal tersebut yang akhirnya menjustifikasi perempuan tidak bisa kerja.
Diskriminasi terhadap perempuan karena stereotip lainnya masih ada dan kadang tidak terlihat. Pandangan ketidakmampuan perempuan dalam karirnya, disebabkan juga karena perempuan harus cuti hamil, harus merawat anaknya, dan perlu memiliki tugas juga merawat rumahnya. Seakan perempuan di suruh untuk memilih dengan pertanyaan harus menjadi wanita karir, ibu rumah tangga atau istri. Lebih herannya lagi, kenapa laki-laki tidak di sodorkan pertanyaan yang sama.
Akhirnya perempuan karir kebanyakan memilih pekerjaan yang lebih sederhana untuk dapat membagi perannya sebagai ibu atau istri. Permasalahan diskriminasi terhadap perempuan masih ada di masyarakat kita, yang membuat perempuan susah dalam membangun karir. Nyatanya emansipasi perempuan hari ini masih saja di batasi dengan stereotip, diskriminasi dan pandangan sexism.
Buat temen-temen yang sudah bekerja dan memiliki pengalaman atau mau sharing tentang gender boleh komentar di bawah ya.
Catatan :
Sexism : berhubungan dengan kepercayaan masyarakat tentang kodrat bagaimana perempuan dan laki-laki seharusnya.
Comments
Post a Comment