Poverty review in several International Journal

 

Kemiskinan merupakan topik yang menarik untuk dibahas mengingat dalam suatu negara poverty gap merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Kemiskinan merupakan isu global maupun nasional yang masih menjadi perhatian banyak pihak. Adapun penanggulangan kemiskinan diperlukan regulasi dan kebijakan yang tepat untuk mengatasi kemiskinan maupun ketimpangan.

Berdasarkan data dari World Bank pada tahun 2017, diperkirakan 9,2 persen dari populasi global masih hidup di bawah garis kemiskinan internasional. Jumlah mencapai 689 juta orang sangat miskin, 52 juta lebih sedikir dibandingkan tahun 2015. Saat pandemic COVID-19 telah membalikan kemajuan dalam pengurangan kemiskinan global. Sekitar 120 juta orang bertambah hidup dalam kemiskinan sebagai akibat pandemic, dengan total diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 150 juta pada akhir tahun 2021.

Untuk memahami sejauh mana kemampuan negara mengatasi kemiskinan, maka masing-masing negara harus mengukur kemajuan secara teratur. Dengan mengukur kemiskinan, kita mempelajari strategi penanggulangan kemiskinan mana yang berhasil mana yang tidak. Pengukuran kemiskinan juga membantu negara-negara berkembang mengukur efektivitas program dan memadu strategi pembangunan ekonomi.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2015-2019), angka kemiskinan di Indonesia terus mengalami penurunan. Kemiskinan di Indoensia sudah berhasil ditekan hingga angka 9,22 persen pada September 2019. Namun adanya pandemic COVID-19, membuat kemiskinan meningkat kembali pada Maret 2020. Pandemic memang tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga berbagai aspek sosial ekonomi, termasuk meningkatnya kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2021 mencapai 27,54 juta orang atau 10,14 persen.

Kemiskinan masih menjadi masalah di setiap negara. Dalam Outcomr Document Transforming Our World : The 2030 Agenda for Sustainable Development, tujuan mengakhiri kemiskinan menjadi tujuan utama dari 17 tujuan yang disepakati dalam SDGs. Pengentasan kemiskinan masih menjadi tema pembangunan, agenda utama dan berkelanjutan di seluruh dunia, yang kemudian mendasari berbagai tujuan pembangunan lainnya seperti infrastruktur, pariwisata, pangan dan energi dan lainnya. Sehingga banyak sekali jurnal dan artikel yang membahas tentang topik kemiskinan ini. Berikut beberapa jurnal internasional yang membahas tentang kemiskinan.

Junal yang berjudul “Financial Development, Inequality and Poverty: Some International Evidence” (Ruixin Zhang, dkk, 2019).

Makalah ini memberikan bukti untuk hubungan antara perkembangan keuangan, ketimpangan pendapatan, dan kemiskinan. Berbeda dengan literatur yang ada, yang terutama mempelajari efek keuangan mendalam, makalah ini menampilkan penyelidikan multidimensi. Penelitian ini mempertimbangkan akses keuangan, kedalaman, efisiensi, stabilitas, dan liberalisasi. Dengan menggunakan data dari 143 negara baik negara berkembang maupun negara maju mencakup tahun 1961-2011. Penelitian ini menggunakan ukuran ketimpangan, kemiskinan dan pembangunan sektor keuangan. Makalah ini melaporkan tiga temuan utama. Pertama, empat dari lima dimensi pembangunan keuangan (akses, kedalaman, efisiensi, dan stabilitas) dapat secara signifikan mengurangi ketimpangan dan kemiskinan. Kedua, liberalisasi keuangan cenderung memperburuk ketimpangan dan kemiskinan. Ketiga, perkembangan perbankan menunjukkan dampak yang lebih signifikan terhadap distribusi pendapatan daripada pengembangan pasar saham.

Makalah ini memperkaya literatur yang mempelajari hubungan antara keuangan dan distribusi pendapatan. Selain meningkatkan kedalaman sektor keuangan, memperluas akses dan meningkatkan efisiensi dan stabilitas juga dapat membantu mengurangi ketimpangan dan kemiskinan. Namun, di antara lima aspek yang diuji dalam tulisan ini, liberalisasi keuangan cenderung memiliki efek sebaliknya pada ketimpangan dan kemiskinan. Padahal belum tentu merugikan masyarakat miskin, baik liberalisasi sistem keuangan domestik maupun keterbukaan keuangan eksternal dapat memperburuk domestic distribusi pendapatan.

Selanjutnya, bukti menunjukkan bahwa perkembangan sektor perbankan memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap distribusi pendapatan daripada pasar saham aktivitas. Dari empat aspek yang kami uji, hanya ukuran dan efisiensi pasar saham yang dapat mengurangi ketimpangan dan kemiskinan secara signifikan. Istilah dari variabel kontrol, temuan ini juga mendukung peran positif yang dimainkan oleh pendapatan per kapita, pengeluaran pemerintah, dan keterbukaan perdagangan dalam mengurangi ketimpangan dan kemiskinan. Inflasi, bagaimanapun, merugikan distribusi pendapatan. Last but not least, hasil mengenai peran yang dimainkan oleh tingkat pendapatan negara dan kualitas institusi menyiratkan kompleks hubungan antara keuangan dan distribusi pendapatan. Efek finansial cenderung bergantung pada tingkat pendapatan dan institusi suatu negara kualitas. Lebih khusus lagi, dengan kualitas institusi yang lebih baik, keuangan dapat jauh lebih membantu dalam mengurangi ketimpangan dan kemiskinan.

Mencermati manfaat pembangunan keuangan baik terhadap pertumbuhan ekonomi maupun distribusi pendapatan, penelitian ini menyimpulkan bahwa para pengambil kebijakan perlu mengarahkan pembangunan sistem keuangan ke arah yang pro-pertumbuhan dan pro-poor. Pembuat kebijakan tersebut harus mendorong pembuatan kebijakan reformasi keuangan yang bertujuan untuk memperluas akses dan kedalaman keuangan, serta meningkatkan efisiensi keuangan dan stabilitas. Kebijakan ini dapat mencakup pelonggaran kontrol kredit dan bunga dan peningkatan pengawasan perbankan dan pasar sekuritas.

Namun, mengingat liberalisasi keuangan eksternal memperburuk kemiskinan, liberalisasi neraca modal harus dilakukan dengan hati-hati mode yang dirancang dan diurutkan dengan baik dalam lingkungan ekonomi makro yang stabil, untuk menghindari mengimbangi keuntungan pengentasan kemiskinan dengan pengembangan dimensi lain dari sektor keuangan. Untuk membatasi risiko yang diambil oleh bank, penting juga untuk mengembangkan sistem regulasi yang efektif untuk lembaga keuangan, serta untuk meningkatkan infrastruktur keuangan (informasi kredit dan agunan dan rezim kebangkrutan). Mengingat perkembangan lembaga keuangan memiliki dampak yang lebih besar daripada perkembangan saham pasar, pejabat mungkin ingin memprioritaskan perbaikan sektor perbankan ketika mempertimbangkan pengentasan kemiskinan dan pendapatan ketidaksamaan. Penelitian lebih lanjut akan fokus pada pengaturan kebijakan dan kondisi di mana liberalisasi keuangan dapat mengurangi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan.


Sementara pada jurnal berikutnya yang berjudul “Does Fiscal Decentralization Enhance Citizens Access to Public Services and Reduce Poverty? Evidence from Cote d’Ivoire Municipalities in a Conflict Setting” (Tiangboho, 2019)

Membahas tentang desentralisasi fiskal telah dilaksanakan di banyak negara dengan tujuan eksplisit untuk meningkatkan pelayanan publik dan pengentasan kemiskinan. Namun, efektivitasnya dalam mencapai tujuan-tujuan ini jauh lebih baik diperdebatkan dan literatur empiris sebagian besar berfokus pada pengurangan kemiskinan menggunakan analisis lintas negara. Makalah ini menganalisis apakah, dan bagaimana, devolusi tanggung jawab peningkatan pendapatan ke Côte Kota madya d'Ivoire' meningkatkan akses ke layanan publik dan berkontribusi dalam mengurangi kemiskinan.

Latar belakang dari penelitian ini, bahwa awalnya struktur pendapatan pemerintahan daerah di Cote dIvove dari masa colonial yang tidak memiliki otonomi keuangan (1955). Kemudian baru dimulai tahun 1980 untuk melaksanakan desentralisasi khususnya otonomi keuangan.  

Kemiskinan dianalisis melalui kemiskinan dan akses pelayanan public dengan menggunakan rasio jumlah penduduk miskin dan indeks kemiskinan multidimensi, tiga dekade setelah memulai proses desentralisasi di cote dIvore tetap menjadi salah satu negara termiskin di  dunia peringkat 171 dari 188 negara menurut Indeks Pembangunan Manusia tahun 2016. Sejak tiga dekade terakhir juga bagian dari populasi yang hidup di bawah garis kemiskinan meningkat secara signifikan dari 10,1% tahun 1985 menjadi 48,9 pada tahun 2015.

Sumber pendapatan daerah yang mencerminkan otonomi kota dalam pengambilan keputusan dianggap mengukur desentralisasi pendapatan. Indeks kemiskinan multidimensi yang disesuaikan untuk akses ke layanan publik dan indeks kemiskinan perkepala juga dihitung di tingkat lokal menggunakan survey Standar Hidup Rumah Tangga.

Studi (Manresa,2015) kami menemukan bahwa peningkatan pendapatan daerah secara positif mempengaruhi akses ke layanan publik dan mengurangi kemiskinan. Namun, ada bukti bahwa desentralisasi pendapatan memiliki efek yang lebih kuat pada akses untuk pelayanan publik, dari pada kemiskinan. Efek ini tampaknya bekerja terutama melalui peningkatan akses ke pendidikan lebih dari akses ke layanan kesehatan, air, dan sanitasi.

Studi menunjukkan bahwa konflik telah memperparah masalah akses yang ada untuk layanan publik tanpa pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap kemiskinan. Cote mengalami konflik selama periode yang diteliti, dan berdampak negative terhadap kapasitas pemerintah daerah untuk melaksanakan pengentasan kemiskinan dan peningkatan akses layanan public.

Studi ini memberikan beberapa implikasi penting untuk rencana pengentasan kemisinan dan desentralisasi fiskal di Cote dIvore dan di sub-Afrika. Sejak beberapa negara merujuk pada efek positif desentralisasi fiskal, selain itu penting juga memperhatikan akses public. Dari perspektif kebijakan, ini sangat penting bagi pembuat kebijakan dan peneliti yang berfokus pada otonomi pemerintahan daerah. Seperti membangun desentralisasi yang lebih akurat, dengan indikator yang mencerminkan wewenang pengambilan keputusan yang nyata pada otoritas local. Indikator ini mungkin termasuk untuk menetapkan tarif pajak, dan proses politik dan kelembagaan yang menetapkan tanggung jawab untuk menaikan pajak dan melakuka pengeluaran public yang berorientasi pada pengentasan kemiskinan. 

 



Kemudian pada jurnal yang berjudul “Beyond Monetary Poverty Analysis : The Dynamics of Multidimensioanl Child Poverty in Developing Countries” (Hoolda Kim, 2018)

Dinamika kemiskinan telah dipelajari melalui lensa kemiskinan moneter, dan hanya sedikit perhatian yang diberikan pada dinamika kemiskinan anak. Studi ini membandingkan kemiskinan moneter dan kemiskinan multidimensi dan menyelidiki dinamika kemiskinan anak dari perspektif longitudinal. Masuk atau keluar dari kemiskinan moneter dan kemiskinan multidimensi tidak bertepatan dengan yang lain, sementara anak-anak yang tinggal dalam kemiskinan moneter lebih cenderung tetap kekurangan dalam berbagai aspek. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan indikator kemiskinan multidimensi, selain indikator moneter, dapat membantu dalam memantau tren dan pemahaman dinamika kemiskinan anak. Analisis kemiskinan dalam konteks dinamis mungkin tidak hanya menguji hubungan antara transisi dalam moneter dan kemiskinan multidimensi tetapi juga mengidentifikasi dimensi di mana individu, rumah tangga, desa, wilayah, atau negara lebih atau kurang mungkin untuk dirampas bersama dengan transisi dalam kemiskinan moneter. Meskipun banyak negara berkembang termasuk Kolombia dan Meksiko menggunakan analisis kemiskinan multidimensi untuk merancang berbagai kebijakan18 (Oxford Poverty and Human Development Initiative, 2013a, b), analisis dinamika kemiskinan dapat memberikan peta yang lebih jelas kepada pembuat kebijakan untuk merancang kebijakan sosial ekonomi. Analisis dinamika kemiskinan dapat menggambarkan bagaimana tingkat keparahan kemiskinan atau kedalaman deprivasi berubah dari waktu ke waktu. Ini mungkin menunjukkan pada tahap mana seseorang masuk masuk atau keluar dari kemiskinan atau kekurangan dan berapa lama individu tetap miskin atau tidak miskin. Ini dapat memberikan bukti empiris tentang kemungkinan mengalami sementara atau kemiskinan kronis (Suppa 2017). Memungkinkan pembuat kebijakan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan untuk lebih baik menargetkan orang miskin kronis.



Pada jurnal yang berjudul “Panel Evidence on the Impact of Tourism Growth on Poverty, Poverty Gap and Income Inequality” (Renuka,2017)

Penelitian ini menggunakan data panel dari negara berkembang untuk memeriksa penerapan kurva Kuznets (antara pendapatan perkapita dan ketidakmerataan pendapatan). Hipotesis yang dibanun yaitu potensi pariwisata mempengaruhi PDB, dan secara signifikan dalam perekonomian. Penelitian ini membandingkan data dari pariwisata, kemiskinan dan kerimpangan pendapatan yang di ambil dari sampel 13 negara dari tahun 1995-2012 dengan jumlah observasi sebanyak 234. Karena keterbatasan data dalam penelitian ini, sehingga data saja yang digunakan kurang menggambarkan solusi. Beberapa studi empiris penelitian sebelumnya juga di bahas dalam penelitian ini. 

Analisis data panel memberikan bukti bahwa distribusi pendapatan tidak dipengaruhi oleh pertumbuhan pariwisata dengan demikian hipotesis pertumbuhan pariwisata pro miskin tidak di dukung berdasarkan sampel negara-negara padat wisata. Berkaitan dengan ukuran kemiskinan, hasil menunjukan bahwa pertumbuhan pariwisata gagal untuk mengurangi jumlah orang miskin. Ukuran kesenjangan kemiskinan menunjukan bahwa jumlah uang yang digunakan untuk membantu masyarakat miskin keluar dari kemiskinan berkurang secara signifikan. Dari koefisien gini, hasil menemukan peningkatan ketimpangan pendapatan yang dihasilkan dari pertumbuhan pariwisata. Beberapa bukti juga menunjukan pertumbuhan pariwisata mengurangi kesenjangan. Saran pengembangan kedepan, diperlukan ukuran kemiskinan yang tepat untuk menggambarkan penyebab yang mendasari hasil yang berbeda pada ukuran kemiskinan. Langkah-langkah alternatif seperti kemiskinan relatif dan kesenjangan kemiskinan dapat dipertimbangkan untuk menilai lebih baik dampak pariwisata terhadap masyarakat miskin.


Beberapa review dari jurnal diatas adalah sebagian kecil penelitian yang dilakukan dari banyak sekali analisis tentang kemiskinan. Analisis dapat dilakukan dari berbagai sektor, penelitian ini masih dapat dikembangkan untuk menemukan metodologi yang pas untuk pengentasan kemiskinan.


Comments