Ketahanan pangan merupakan salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/ SDGs). Pangsa pengeluaran pangan mempunyai hubungan erat dengan berbagai ukuran ketahanan pangan yaitu tingkat konsumsi, keanekaragaman pangan dan pendapatan sehingga layak menjadi indikator ketahanan pangan.
Di Indonesia, ubi kayu sebagai bahan makanan pokok rakyat Indonesia selain beras. Ubi kayu dapat dibuat menjadi berbagai macam tepung yang dapat dijadikan sebagai bahan baku berbagai produk makanan. Potensi pangan lokal Indonesia cukup tersedia melihat sumber daya alam yang melimpah.
Secara umum pola perkembangan luas areal ubi kayu di Indonesia selama kurun waktu 2014 hingga tahun 2015 cenderung mengalami penurunan. Luas areal ubi kayu pada tahun 2014 sebesar 1.003.494 Ha mengalami penurunan di tahun 2018 menjadi 792.952 Ha.
Perkembangan Luas Areal Ubi Kayu Indonesia
Sumber : Data Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2022
Pertumbuhan luas areal tertinggi dari wilayah Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timut, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, DI Yogyakarta, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Perkembangan luas panen ubi kayu di Jawa dan Luar Jawa sangat berbeda.
Pada periode tahun 2014-2018 secara rata-rata luas panen ubi kayu di Jawa turun
sebesar -8,7 persen pada tahun 2018, sementara pertumbuhan luas panen di Luar
Jawa justru meningkat sebesar 3,7 persen pada tahun 2018. Berdasarkan wilayah
luas areal ubi kayu pada tahun 2018 terbesar pada Provinsi Lampung sebesar 32
persen dengan luas 256.632 Ha dari total luas nasional sebesar 792.952 Ha.
Perkembangan ubi kayu per wilayah menunjukan pola serupa antar periode
dengan kecenderungan peningkatan produksi luar pulau Jawa lebih tinggi dari
pada di pulau Jawa. Periode tahun 2014-2018 peningkatan produksi di luar pulau
Jawa cukup signifikan yaitu sebesar 3,5 persen, sementara di pulau Jawa
cenderung mengalami penurunan sebesar -9,5 persen pada tahun 2018. Luas areal ubi kayu berimplikasi pada produksi ubi kayu Indonesia yakni
dari 23 juta ton pada tahun 2014 menjadi 19 juta ton pada tahun 2018.
Berdasarkan wilayah produksi ubi kayu terbesar pada wilayah Lampung, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara,
Sulawesi Selatan, dan Sumatera Selatan. Provinsi Lampung menjadi wilayah
produksi ubi kayu terbesar dengan presentase 36 persen atau 6.683.758 ton pada
tahun 2018.
Pola pertumbuhan produktivitas ubi kayu Indonesia menurun pada tahun 2018
sebesar -1,05 persen.
Produktivitas ubi kayu secara nasional berfluktuatif, meskipun terjadi
penurunan produksi ubi kayu tetapi rata-rata produktivitas ubi kayu mengalami
kenaikan dari 233 kuintal/Ha pada tahun 2014 menjadi 243 kuintal/Ha pada tahun
2018. Hal ini menunjukan meskipun jumlah luasan areal tanam ubi kayu berkurang
tetapi secara produktivitas ubi kayu bertambah. Sementara produktivitas
tertinggi pada tahun 2018 pada wilayah Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau,
dan Sumatera Utara. Dari segi produktivitas Provinsi Lampung berada pada urutan
ke 11 dengan produktivitas sebesar 260 kuintal/hektar.
Ketersediaan ubi kayu
untuk dikonsumsi per kapita per tahun mengalami fluktuasi dengan kecenderungan
yang meningkat sebesar 15,07 persen yaitu dari 57,21 kg pada tahun 1993 menjadi
47,09 kg pada tahun 2020. Pertumbuhan
ketersediaan untuk konsumsi periode 2016-2020 diestimasi menurun sebesar 1,06
persen per tahun. Tetapi konsumsi ubi kayu secara nasional terus mengalami
peningkatan. Sedangkan dilihat dari rata-rata periode 2016-2020, konsumsi
nasional ubi kayu meningkat menjadi 3,22 persen.
Perkembangan harga produsen sektor pertanian di
Provinsi Lampung secara umum mengalami kenaikan dan penurunan beberapa
subsektor selama periode tahun 2020. Kecenderungan fluktuasi harga produsen
beberapa subsektor terjadi diantaranya subsektor tanaman hortikultura seperti
komoditas buah-buahan dan sayuran, subsektor tanaman perkebunan rakyat,
subsektor peternakan, subsektor perikanan tangkap, dan perikanan budidaya.
Peranan terbesar dalam pembentukan PDRB Lampung Utara tahun 2020
dihasilkan oleh lapangan usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, yaitu
mencapai 36,90 persen. Lapangan usaha dengan peranan terbesar kedua adalah industri pengolahan yang mencapai 13,32
persen. Sedangkan lapangan usaha dengan peranan terbesar ketiga adalah
perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan motor yang mencapai 12,58
persen. Sementara peranan lapangan usaha lainnya hanya memberikan kontribusi
yang cukup kecil yaitu dibawah 10 persen.
Berdasarkan data secara nasional, Provinsi Lampung
menjadi wilayah dengan luas areal dan produksi ubi kayu terbesar di Indonesia.
Produksi ubi kayu di Provinsi Lampung mengalami penurunan dari 8.034.016 Ton
pada tahun 2014 menjadi 5.055.614 Ton pada tahun 2018. Sementara di Kabupaten
Lampung Utara produksi ubi kayu relatif stabil. Jumlah produksi ubu kayu
Kabupaten Lampung Utara rata-rata sebesar 25 persen dari produksi ubi kayu
Provinsi Lampung. Gambaran produksi ubi kayu Provinsi Lampung dan Kabupaten
Lampung Utara dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Selama periode 2015-2021 pertumbuhan realisasi
produksi tanaman singkong mengalami trend yang melambat. Di tahun 2020
realisasi produksi tumbuh sebesar 70,76 persen. Belum membaiknya harga
komoditas perkebunan serta produksi tanaman singkong yang turun sebagai dampak
dari cuaca ekstrim mampu menekan penciptaan nilai tambah di kategori Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan. Kondisi ini evaluasi luas tanam, panen dan produksi
singkong di Kabupaten Lampung Utara dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel Evaluasi Luas Tanam, Panen dan Produksi Singkong di Kab Lampung Utara
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Utara, 2022
Permintaan
tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan tersebut karena
terjadi peningkatan jumlah industri makanan dan non makanan, industri tekstil,
kertas, sorbitol, dan lain sebagainya yang menggunakan tepung tapioka sebagai
bahan baku industrinya. Data konsumsi tapioka dilihat dari realisasi produksi
tepung tapioka nasioanal dengan memperhatikan nilai ekspor dan impor dari Departemen
Perindustrian menunjukkan pertumbuhan konsumsi dalam negeri rata rata sebesar 9persen
per tahun.
Dengan memperhatikan peningkatan konsumsi tersebut menjadi dasar
untuk meningkatkan pertumbuhan industri tepung tapioka di Indonesia oleh
pemerintah. Peningkatan produksi tepung tapioka diharapkan dapat meningkatkan
penyediaan lapangan pekerjaan. Keberadaan industri tepung tapioka di Indonesia
menjadi penting berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan, dimana 64 persen
penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan berasal dari industri tepung
tapioka. Industri tepung tapioka juga merupakan jenis agroindustri yang
menyerap tenaga kerja ketiga terbanyak setelah industri pengolahan lainnya.
Indonesia sebagai
negara yang mempunyai keunggulan komparatif dibanding negara-negara lain,
mempunyai potensi yang sangat besar dalam pengembangan produk-produk turunan
ubi kayu. Indonesia
dengan skala produksi dan tingkatan teknologi yang beragam yaitu mekanik
sederhana, semi modern, dan full otomatik yang tersebar di Sumatera, Jawa dan
Kalimantan. Industri tepung tapioka merupakan industri yang memiliki peluang
dan prospek pengembangan yang baik untuk memenuhi permintaan pasar. Industri
tepung tapioka termasuk industri hilir, dimana industri ini melakukan proses
pengolahan dari bahan baku singkong menjadi tepung tapioka.
Berdasarkan tinjauan di atas Indonesia memiliki potensi untuk meningkatkan sektor ini. Karena jika dilihat berdasarkan data trend economy Indonesia menjadi negara eksportir sekaligus importir ubi kayu. Dengan ekspor sebesar 1,44 persen ($30 million) dan impor sebesar 3,68 persen ($63 million). Data tersebut menunjukan impor lebih besar daripada ekspor, dalam arti di Indonesia permintaan tepung tapioka masih sangat tinggi. Sehingga dapat dilihat, komoditas ubi kayu sangat potensial untuk dikembangkan. Upaya pemerintah mendorong ketahanan pangan, dapat juga melalui peningkatan di sektor komoditas ubi kayu.
Comments
Post a Comment